Hubungan Ilmu dengan Nilai-nilai Hidup
Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan keilmuan maupun penggunaan ilmu, yang berarti dalam pengembangannya harus memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bersifat universal, bertanggungjawab pada kepentingan umum, dan kepentingan generasi mendatang. Penemuan baru dalam ilmu terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan nilai-nilai hidup baik alam maupun manusia. Hal ini tentu menuntut tanggung jawab untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan dalam perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Landasan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah perdaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola piker mitosentis adalah pola piker masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam.
Filsafat alam pertama yang mengkaji tenang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM). Ia digelari Bapak Filsafat karena dialah yang mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan “Apa sebenarnya asal-usul alam semesta ini?”. Setelah Thales, muncul Anaximandros (610-540 SM). Anaximandros mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya. Unsur utama alam harus yang mencakup segalanya, yang dinamakan aperion.
Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM). Ia murid Plato, seorang filosof yang berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besra filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logoka Aristoteles berdasarka pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme dibedakan menjadi tiga premis :
a. Semu manusia akan mati (premis mayor)
b. Socrates seorang manusia (premis minor)
c. Socrates akan mati (konklusi)
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU
Perkembangan Ilmu Zaman Islam
Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW. Ketika diutus Allah SWT. sebagai Rasul, hidup masyarakat yang terbelakang, dimana paganisme tumbuh sebagai sebuah identitas yang melekat pada masyarakat Arab waktu itu. Kemudian Islam datang menawarkan cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi mesyarakat yang berilmu dan beradab.
Pandangan Islam akan pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan munculnya Islam itu sendiri. Ketika Rasulullah SAW menerima wahyu pertama, yang mula-mula diperintahkannya adalah “membaca”. Malaikat Jibril memerintahkan Nabi Muhammad dengan “bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan”(Q.S Al-Alaq : 1).
Penyampaian Ilmu dan Filsafat Yunani ke Dunia Islam
Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia Islam, pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi (dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda, bahkan seringkali ekstrim) antara pandangan filsafat Yunani, seperti filsafat Plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam Islam yang seringkali menimbulkan benturan-benturan. Plato dan Aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar terhadap mashab-mashab Islam, khususnya mashab elektisisme. Usaha-usaha mereka pada gilirannya menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tidak diragukan lagi upaya rekonsiliasi oleh para filosof Muslim ini menghasilkan afinitas dan ikatan yang kuat antara filsafat Arab dan filsafat Yunani.
Perkembangan Ilmu pada Masa Islam Klasik
Tahap penting dalm proses perkembangan dan tradisi keilmuan Islam ialah masuknya unsur-unsur dari luar ke dalam Islam, khususnya unsur-unsur budaya Perso-Semitik dan budaya Hellenisme. Yang disebut belakangan mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran Islam ibarat pisau bermata dua. Satu sisi ia mendukung Jabariyah (antara lain Jahm Ibn Safwan), sedangkan di sisi lain ia mendukung Qadariyah (antara lain Washil Ibn Atha’, tokoh dan pendiri Mu’tazilah). Dari adanya pandangan yang dikotomis antara keduanya muncul usaha menengahi dengan menggunakan argumen-argumen Hellenisme, terutama filsafat Aristoteles. Sikap menengahi itu terutama dilakukan oleh abu Al-Hasan Al- Asy’ari, dan Al-Maturidi yang juga menggunakan unsur Hellennisme.
Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan kekuasaan Islam, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang maju dan pesat. Kemajuan ini membawa Islam pada masa keemasannya, dimana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh di luar kekuasaan Islam msih berada pada masa kegelapan peradaban (Dark Age).
Dalam sejarah Islam dikenal nama-nama seperti Al-Mansur, dan Harun Al-Rasyid, yang memberikan perhatian yang teramat besar bagi perkembangan ilmu di dunia Islam. Pada pemerinyahan Al-Mansur, misalnya, proses penerjemahan filosof Yunani ke dalam bahasa Arab berjalan dengan pesat. Dikabarka bahwa Al-Mansur telah memerintahkan penerjemahan naska-naskah Yunani mengenai filsafat dan ilmu, dengan memberikan imbalan kepada para ahli bahasa (penerjemah). Pada masa harun Al-Rasyid proses penerjemahan itu juga masih terus berlangsung. Harun memerintahkan Yuhanna (Yahya) Ibn Masawayh, seorang dokter istana, untuk menerjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran. Di masa itu juga diterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi, seperti Shiddanta; sebuah risalah India yang diterjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim Al-Fazari. Pada masa selanjutnya oleh Khawarizmi Shiddanta ini dibuat versi baru terjemahannya dan diberikan komentar-komentar(Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam: History of the Evolution and Ideals of Islam,hlm.70). Selain itu juga ada Quardipartitus karya Purdemy, dan karya-karya bidang astrologi yang diterjemahkan oleh satu tim sarjana(C. A. Qadir, Filsafat, hlm. 37-38).
Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan dalam Islam
Abad ke-18 dalam sejarah Islam adalah yang paling menyedihkan bagi umat Islam dan memperoleh catatan buruk bagi peredaban Islam secara universal. Seperti yang diungkapkan Lothop Stodard, bahwa menjelang abad ke-18, dunia Islam akan merosot ke tingkat yang terendah. Islam tampaknya sudah mati, dan tertinggal hanyalah cangkangnya yang kering kerontang berupa ritual tanpa jiwa dan takhayul yang merendahkan martabat umatnya. Ia menyatakan seandainya Muhammad bias hidup kembali, dia pasti akan mengutuk pengikutnya sebagai kaum murtad dan musyrik.
Dalam bukunya, The Recontruction of Religion Thought in Islam, iqbal menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat Islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai realitas yang pada pokoknya bersifat statis, sementara jiwa Islam adalah dinamis dan berkembang. Ia selanjutnya mengungkapkan bahwa semua aliran Muslim bertemu dalam suatu teori Ibn Miskawaih mengenai kehidupan sebagai suatu gerak evolusi dan pandanga Ibn Khaldun mengenai sejarah.
Kemajuan Ilmu Zaman Renaisans dan Modern
Masa Renaisans (Abad ke-15 hingga 16)
Ranaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja Khatolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) dan ditemukan benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan yang lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra Inggris, Perancis dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais dan Rosard. Pada masa itu, seni music juga mengalami perkembangan. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.
Zaman Modern (Abad 17-19 M)
Secara singkat dapat ditarik sebuah sejarah ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke-19 lahir semisal pharmakologi, geofisika, geormorphologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi, logika matematika, makanika kuantum, fisika nuklir, kimia nuklir, radiobiology, eceanografi, antropologi budaya, psikologi, dan sebagainya.
Sekitar tahun 1900 sampai tahun 1914 terjadi berbagai perubahan berdasarkan teori kenisbian. Ada teori baru yang mengatakan bahwa ruang dan waktu tidak lagi berpisah sebagaimana dipahami oleh ahli fisika sebelumnya. Ruang dan waktu merupakan satu kesatuan mutlak untuk memeriksa dan menerangkan semua peristiwa.
Setelah abad ke-18 berakhir maka perkembangan ilmu modern selanjutnya yaitu pada abad ke-19. Pada abad ini penemuan yang dianggap sebagai penemuan abad tersebut adalah dengan ditemukannya planet Neptunus. Sedang pada abad XX, secara garis besar terjadi perkembangan yang sangat luas dalam beberapa bidang ilmu. Misalnya ilmu pasri, ilmu kimia, ilmu fisika, kimia organik, biokimia, ilmu astronomi, ilmu biologi, dan fisika nuklir. Di samping ilmu-ilmu yang permulaannya bersifat kualitatif, seperti ekonomi, psikologi, dan sosiologi. Perkembangan pesat dalam bidang astronomi pada abad XX ini seprti ditemukannya planet terakhir, yaitu Pluto (1930) setelah abad sebelumnya, yaitu abad XIX telah ditemukan planet Neptunus dengan didasari perhitungan yang menggunakan sistem Newton. Dalam abad XX ini, pengetahuan diperluas. Kalau dalam abad XIX tidak dapat diterangkan sumber energy matahari, sekarang dapat diketahui bahwa energi tersebut terjadi berdasarkan perubahan atom, yang zaman sekarang menjadi tenaga nuklir.
0 comments:
Posting Komentar