Hadits Mutawatir

Pengertian dan Syarat-syarat Hadits Mutawatir
Secara bahasa Mutawatir berarti sesuatu yang datang secara beriringan tanpa diselangi antara sama lain tanpa ada jarak. Sedangkan menurut istilah hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta mulai dari awal sanad sampai akhir sanad dengan didasarkan pancaindera.
Jumlah perawinya tidak dibatasi oleh bilangan, melainkan dibatasi secara rasional tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta atau lupa secara serentak. Akan tetapai ada sebagian ulama yang membatasi jumlah mereka dengan bilangan.
Suatu hadits termasuk hadits mutawatir apabila memenuhi syarat-syarat besikut:
a) Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi.
Hadits mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang diyakini bahwa mereka itu tidak bersepakat untuk berdusta. Mengenai jumlahnya, para ulama berbeda pendapat. Ada yang tidak menetapkan jumlahnya yang penting jumlah para perawinya secara rasional dapat diyakini kebenaran haditsnya dan tidak bersepakat untuk bedusta. Sedangkan para ulama yang menetapkan jumlah minimal perawinya, mereka masih berselisih mengenai jumlahnya, ada yang menetapkan 10 orang rawi, 20, 40 bahkan 70 orang rawi.
Al-Qadi Al-Baqillani menetapkan bahwa jumlah perawi hadits mutawatir sekurang-kurangnya 5 orang. Beliau mengqiyaskan dengan jumlah Nabi yang mendapat gelar ulul azmi. Sementara itu Astikhari menetapkan bahwa yang paling baik minimal 10 orang, sebab jumlah itu merupakan awal bilangan banyak. Ulama lain menetukan  satu orang, berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 12 yang artinya:
”...dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin...”
b) Adanya keseimbangan antarperawi pada thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama dengan thabaqat berikutnya.
Jumlah perawi pada setiap thabaqat (tingkatan) harus seimbang dan tidak boleh kurang dari jumlah minimal.
c) Berdasarkan tanggapan pancaindera
Berita yang disampaikan oleh perawi tersebut harus berdasarkan tanggapan pancaindera. Artinya bahwa berita mereka sampaikan harus berdasarkan penglihatan atau pendengaran mereka sendiri. Dengan demikian, bila berita itu merupakan hasil renungan, pemikiran atau rangkuman dari suatu peristiwa maka tidak dapat dikatakan hadits mutawatir. Misalnya berita tentang barunya alam semesta yang berpijak pada pemikiran bahwa setiap benda yang rusak itu baru, maka berita seperti ini tidak dapat disebut sebagai hadits mutawatir. Demikian juga mengenai keesaan Tuhan menurut hasil pemikiran para filosof, tidak dapat digolongkan sebagai hadits mutawatir.

Pembagian Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu hadits mutawatir lafdzi, hadits mutawatir maknawi dan hdits mutawatir amali.
a) Hadits Mutawatir Lafdzi
Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits mutawatir dengan susunan redaksi (susunan lafadz) yang sama, sehingga perincian maknanya juga sama. Hadits mutawatir dengan susunan redaksi (susunan lafadz) yang sedikit berbeda karena sebagian menggunakan muradhifnya sehingga secara garis besar perincian makna hadits itu tetap sama juga bisa disebut hadits mutawatir lafdzi.
b) Hadits Mutawatir Maknawi
Hadits mutawatir maknawi adalah hadits mutawatir dengan makna umum yang sama walaupun berbeda susunan lafadznya dan berbeda perincian arti katanya. Walaupun berbeda susunan lafadz dan perincian maknanya tapi menyatu dalam makna umum yang sama. Contohnya adalah mengenai hadits tentang mengangkat tangan pada waktu berdoa minta hujan.
c) Hadits Mutawatir Amali
Hadits mutawatir amali adalah hadits mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah SAW, yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, kemudian dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada generasi-generasi berikutnya..

Faedah Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri, yakni suatu keharusan untuk menerima dan mengamalkannya sesuai dengan yang diberitakan oleh hadits mutawatir tersebut hingga membawa pada keyakinan yang qat’i (pasti).
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawatir oleh sebagian golongan membawa keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak bagi golongan lain yang tidak menganggap bahwa hadits tersebut mutawatir. Barang siapa yang telah meyakini ke-mutawatir-an hadits diwajibkan untuk mengamalkannya sesuai dengan tuntutannya. Sebaliknya bagi mereka yang belum meyakini ke-mutawatir-annya, wajib bagi mereka memercayai dan mengamalkan hadits mutawatir yang telah disepakati oleh para ulama sebagaimana kewajiban mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hokum yang disepakati oleh ahli ilmu.
Para perawi hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan mengenai keadilan maupun kedhabitannya, sebab yang menjadi titik tekan dalam hadits mutawatir ini adalah kuantitas perawi dan kemungkinan adanya kesepakatanberdusta atau tidak. Para ulama ushul dan juga Imam Nawawi dalam Syarah Muslim tidak menetapkan syarat “muslim” bagi para perawi hadits mutawatir.

1 komentar:

  1. Dimana saya bisa mendapatkan Hadits Mutawatir..?? Please Contact Me
    Terima kasih

    BalasHapus