Kerangka Dasar Teori Ilmu Pengetahuan

Logiko-Verifikatif atau Dedukto-Hipotiko-verifikatif (Menurut Popper)
Ilmu
Menurut popper falsifikasi juga mengedepankan pada para digma kausalita, dengan demikian pengetahuan yang sifatnya probabilistik seperti teori ketidakpastian heinsemberg tidak termasuk teori yang di bisa difalsifikasi. Popper (1972) juga menyatakan bahwa suatu teori dapat diujikan kembali jika dapat difalsifikasi melalui bukti observasional. Kemampuan pengujian teori untuk fenomena tertentu diperhitungkan sebagai empiris yang dapat dikonfirmasi dan didiskonfirmasi. Untuk memenuhi persyaratan kriteria kebenaran dan keilmiahan ilmu pengetahuan maka diperlukan suatu metode ilmiah beserta perangkatnya seperti bahasa, logika, matematika dan statistika (Suriasumantri, 1986). Penelitian ilmiah sendiri merupakan penjabaran secara utuh langkah-langkah yang ditunjang oleh perangkat ilmiah, sedangkan metode ilmiah merupakan langkah-langkah dalam memproses pengetahuan ilmiah dengan menggabungkan cara berpikir rasional dan empiris dengan menghubungkan dengan hipotesis. Perangkat yang dipergunakan untuk kesahihan penarikan kesimpulan disebut logika deduktif. Logika deduktif menjamin konsistensi dalam argumentasi yang disyaratkan oleh kriteria kebenaran koherensi.
Kebenaran
Ilmu dalam menemukan kebenaran, mensadarkan dirinya kepada beberapa cerita kebenaran, yakni:
*Koherensi, yaitu teori kebenaran yang mendasar diri kepada criteria konsestensi suatu argumentasi
*Korespondensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai pernyataan tersebut.
*Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasar diri kepada kriteria tentang fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang, dan waktu tertentu.
*Metode Ilmiah merupakan langkah-langkah dalam proses pengetahuan ilmiah dengan menggabungkan cara berfikir rasional dan empiris dengan jalan membangun jembatan penghubung yang berupa pengajuan hipotesis.
*Hipotesis merupakan kesimpulan yang ditarik secara rasional dalam sebuah kerangka berfikir yang bersifat koheren dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebelumnya.

Empirico-Deduktif (F. Bacon) 
Diawali oleh metode berfikir ala Bacon (1561-1626 M) disamping tampilnya “anak-anak” renaissance, seperti : Copernicus (1473-1630 M), Galileo (1564-1642 M), Kepler (1571-1630 M) dengan hasil-hasil penelitiannya yang spektakuler, maka tibalah gilirannya kini filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu alam (natural sciences). Para filosof sendiri sangat terpukau oleh keberhasilan metode ilmu pasti dan ilmu alam, sehingga timbullah gagasan diantara mereka untuk menerapkan metode tersebut dalam filsafat, misalnya newton  (1643-1727 M) dengan Philosopohae Naturalis Principia Mathematica-nya, Descartes (1596-1650 M)  dengan Discours de la Methode-nya, Spinoza (1632-1677 M) dengan karya Ethic-nya dan seterusnya, yang dengan pengembangan teori-teori tersebut mereka dipandang sebagai “Bapak” filsafat modern (Koento Wibisono, 1985: 7-8)            
Proses Kegiatan Ilmiah
Proses kegiatan ilmiah pada hakikatnya adalah kegiatan berfikir yang bersifat analitis. Logika merupakan alur jalan pikiran yang dilalui dalam kegiatan analisis agar kegiatan berfikir tersebut membuahkan kesimpulan yang sahih. Kegiatan ilmiah pada pokonya menggunakan dua jenis logika yaitu:
> Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum kepada pernyataan yang bersifat khas.
> Logika induktif merupakan cara penalaran kesimpulan dari pernyataan yang bersifat individual (khas) kepada pernyataan yang bersifat umum.

Daur Imbas Jabar-Tasdik (Siklus-Indukto-Dedukto Validatif) (L.Wilardjo)
Siklus Empiris
Ilmu empiris memperoleh bahan-bahannya melalui pengalaman. Proses penyelidikan ilmiah yang dapat digambarkan sebagai suatu daur yang terdiri atas lima tahap yaitu:
Obserfasi: Pengamatan yang biasa. Ilmu empiris memperoleh bahan-bahan dari kenyataan empiris yang dapat diamati dengan berbagai cara. Bahan itu disaring, diselidiki, dikumpulin, diawasi, diverifikasi, diidentifikasi secara ilmiah.
Induksi: hal-hal yang diamati harus dirumuskan dalam pernyataan-pernyataan kemudian disimpulkan kembali maka pernyataan umum tersebut memperoleh kedudukan sebagai hokum.
Deduktif: matematika serta logika memungkinkan pengolahan lebih lanjut bahan-bahan empiris begitu bahan ini tercakup dalam suatu system pernyataan yang runtut.
Kajian (Ekperimentasi): berdasarkan atas system itu dapatlah dijabarkan pernyataan-pernyataan khusus tertentu, yang kemudian dapat dikaji lagi dalam kerangka observasi eksperimental atau tidak ekperimental  tertentu. Dengan kajian ekperimental maka pernyataan yang telah dijabarkan secara deduktif mendapatkan verifikasi atau falsifikasi secara empiris.
Evaluasi: hasil-hasil kajian membawa kita kepada tahap evaluasi, suatu teori yang disusun dengan menggunakan induksi dan deduksi. (Beerling, 1988)

1 komentar: